Urip iku Sawang Sinawang

Amelia Khoirurrahma
4 min readJul 1, 2023

--

Ketika kemarin saya sedang lari pagi di perumahan saudara, saya memperhatikan seorang satpam yang sedang berada di samping posnya. Pekerjaan yang ia lakukan sangat menarik perhatian saya.

Setiap kali ada orang atau kendaraan yang ingin melintas, satpam itu akan menaikkan portal besi dan mengangguk sambil tersenyum sopan. Begitu pula ketika kendaraan tersebut sudah berlalu, maka satpam itu akan menurunkan kembali portal besi dengan cara menarik talinya. Wah, sangat mudah dan menyenangkan, pikir saya.

Stigma tentang betapa mudahnya pekerjaan satpam itu masih melekat dalam beberapa ratus meter langkah kaki yang saya ayunkan. Sampai akhirnya saya berhenti berlari ketika melihat satpam yang lain. Ia sedang sibuk dengan HT (handy talky) di tangannya.

Seketika saya membayangkan bagaimana jika tiba-tiba area yang mereka jaga kemasukan maling dan kecurian. Wah, ketar-ketir mereka pastinya. Apalagi ini perumahan elit yang penghuninya bukan cuma punya motor matic kayak saya. Belum lagi tuntutan para warga yang makin menjadi apabila sudah menggaji satpam, tapi lingkungan yang ditinggali justru tidak terasa aman.

Ah, pada akhirnya bayangan saya tentang pekerjaan satpam yang semudah menaik-turunkan portal besi nyatanya tidak semenyenangkan itu. Ada banyak resiko besar yang harus mereka tanggung dalam setiap waktu.

Photo by Federico Fioravanti on Unsplash

Saya jadi ingat dengan kata-kata yang suka Mama bilang, urip iku sawang sinawang.

Saya baru memahaminya setelah mulai dewasa, setelah dihadapkan pada berbagai macam kenyataan bahwa ada banyak jenis pencapaian manusia di dunia.

Versi lengkap dari pepatah Jawa tersebut yaitu:

Urip iku mung sawang sinawang, mula aja mung nyawang sing kesawang.

“Hidup itu hanya tentang memandang dan dipandang, jadi jangan hanya memandang dari apa yang terpandang.”

Artinya hidup ini hanya sebatas kita memandang kehidupan orang lain dan kehidupan kita yang dipandang orang lain, jadi kita ini jangan mudah menyimpulkan sesuatu hanya dari hal-hal yang bisa kita pandang. Ada banyak rahasia di balik kehidupan mereka yang kita tidak tahu.

Yaa, tidak jarang kita berpikir bahwa, “Sepertinya kalau saya menjalani hidup seperti dia pasti akan lebih menyenangkan”. Kita sering melihat kehidupan orang lain lebih enak, lebih bahagia apapun dari kita.

Kesuksesan itu tak ada habisnya. Sebagai manusia kita akan selalu menginginkan lagi dan lagi. Hal-hal itu yang kadang membuat kita tidak bisa berpuas diri dan merasa cukup.

Kita tak perlu melintasi jalan yang sama dengan orang lain untuk bahagia.

Ada orang yang bisa bahagia hanya dengan harta seadanya asalkan bisa kumpul dengan keluarga.

Ada orang yang bahagia kerja tak kenal waktu menghasilkan uang banyak, kemudian mendapatkan kebahagiaan dengan membeli barang yang ia suka.

Ada juga orang yang sudah cukup bahagia hanya dengan kumpulan jokes lucu sederhana yang dapat membuat orang di sekitarnya tertawa.

Orang yang bahagia itu banyak, tapi yang tidak bahagia dengan apa yang mereka miliki juga ada banyak. Kuncinya cuma satu, bersyukur.

Lantas, kenapa ada orang yang tidak kunjung merasa puas padahal ia sudah memiliki apa yang orang lain tidak miliki?

Itu terjadi karena kita terlalu menggantungkan kebahagiaan pada angka-angka, pada benda-benda, pada orang-orang.

Kita bahagia hanya jika di usia dua puluh lima sudah berumah tangga. Kita bahagia hanya jika di usia dua puluh lima sudah bisa membeli rumah di sudut kota. Kita bahagia hanya jika di usia dua puluh lima sudah memperoleh berbagai pencapaian yang dilakukan oleh orang-orang di social media.

Kalau kita terus-terusan memandang kehidupan orang lain, ya tidak akan ada habisnya rasa iri itu. Perbanyak rasa syukur atas apa yang kita miliki saat ini. Fokus pada tujuan kita, dealing with yourself.

Nggak harus ngikutin standar orang kok untuk merasa bahagia. Sesimpel saya yang sekarang mampu beli cimol sepuluh ribu aja udah bisa bikin bahagia. Iya, karena dulu waktu masih kecil saya cuma sanggup beli dua ribu, beda dengan sekarang yang udah bisa cari uang sendiri.

Coba berhenti bandingin diri sendiri dengan orang lain. Ada banyak hal tidak menyenangkan di balik kebahagiaan seseorang yang sering tak bisa kita pandang. Begitupun sebaliknya, ada banyak perjuangan kita yang tidak bisa orang lain rasakan.

Sereceh apapun itu cara kita buat bahagia, selama nggak melanggar syariat ya monggo lakukan aja. Jangan terpaku dengan kotak-kotak kebahagiaan yang disusun oleh orang-orang. As simple as that.

Dulu saya suka risih sama ibu-ibu yang sering posting status tentang perkembangan anaknya, tapi belakangan saya jadi mikir, kalau ternyata itu yang bisa bikin mereka tetap waras dan bahagia, kenapa nggak?

Buat apapun peran yang tengah kita lakukan di dunia, ya lakukan aja sebaiknya. Mau sekuat apapun kita berusaha, kalau bukan milik kita ya akan lewat. Mau sekeras apapun kita menolak, kalau emang itu haknya kita ya pasti akan tetap dapat.

Semangat Pak Satpam, ibu-ibu, dan teman-teman sekalian. Semoga ikhtiar dan tawakal yang kita lakukan akan selalu meningkatkan rasa syukur dan membuahkan banyak kebaikan.

#MeletakAsa

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

Amelia Khoirurrahma
Amelia Khoirurrahma

Written by Amelia Khoirurrahma

Semi jurnal kehidupan, tidak akan relevan untuk banyak orang.

No responses yet