3 — Unggah-Ungguh
Berawal dari main ke rumah Afra dengan dalih urusan per-MPO-an, iseng kenalan sama beberapa elemen rumahnya, malah berujung menetap di sini selama sekian hari. Banyak sekali pelajaran yang bisa saya ambil dari tempat ini, hal-hal baiknya juga tidak usah ditanya sebanyak apa. Sulit kalau dijabarkan semua dalam satu cerita, jadi saya cicil aja ya.
Salah satu ketakutan saya jika menetap di suatu tempat bersama dalam jangka waktu lama adalah tidak adanya ruang privasi. Kalau bersama keluarga sendiri okelah, mereka udah tau baik buruknya saya, betapa cengengnya saya, sampai semenyebalkan apa diri saya. Nah, kalau di asrama atau rumah orang lain, mau gimana? Saya nggak yakin bisa jaga sikap saya 24 jam setiap harinya.
Walaupun belum pernah hidup berasrama, sebenarnya saya pernah merasakan momen serupa saat dua bulan tinggal di kontrakan ketika kerja praktik bersama tiga orang teman lainnya. Bedanya, di tempat itu tidak ada aturan yang mengekang. Ya, di sini juga tidak ada sih. Tapi, tentu berbeda rasanya tinggal hanya bersama teman sebaya dengan tinggal di tempat yang dipenuhi para orang tua. Nah, di situlah banyak hikmah yang bisa saya temukan akhirnya.
Ada lebih dari lima orang yang secara usia lebih tua daripada saya dan sering saya temui di rumah ini dengan berbagai status mereka, baik itu orang tua, saudara, atau pekerja. Dari interaksi bersama mereka semua, saya belajar bagaimana caranya menempatkan diri sesuai situasi, dengan posisi saya sebagai manusia yang lebih muda tentunya.
Bagaimana caranya supaya saya peka terhadap situasi untuk membantu pekerjaan domestik dan mengajak main adik-adik, bagaimana saya menyesuaikan kebiasaan dengan kultur keluarga, bagimana saya berusaha menyusun kata sapaan setiap kali berpapasan, bagaimana melontarkan candaan receh tanpa terkesan mengabaikan kesopanan (asli keluarga ini tuh isinya jokes semua), bagaimana saya menjaga kebersihan, sampai bagaimana saya mengontrol mood, emosi, dan ekspresi wajah yang biasanya tidak bisa setiap saat saya lakukan.
Belum lagi standar kesopanan manusia yang bisa jadi berbeda-beda. Mungkin untuk anggota keluarga di rumah ini, berteriak ketika memanggil manusia lainnya dianggap suatu hal biasa. Namun, bisa jadi lain lagi bagi para tetua yang lainnya. Thanks to Andania dan kawan lainnya yang sudah mengospek saya di hari pertama. Saya jadi sedikit tergambar bagaimana harus memberi batasan pada semua sikap saya.
Yaa begitulah keseharian saya yang jadi belajar meningkatkan kesopanan dengan banyak berinteraksi bersama para orang tua. Nyatanya, mengimplementasikan teori interaksi terhadap orang tua yang sering dijadikan nasihat oleh mama tidak semudah apa yang dilontarkannya. Yaa gapapa juga, itung-itung latihan sebelum punya mertua dan keluarga tambahan lainnya hahahaha
#MeletakAsa