10 — CTRL+Z
Dulu waktu saya masih kecil, ada salah satu sepupu balita saya yang sering melakukan hal unik, Akmal namanya. Dia akan meminta mengulangi sesuatu yang tidak sesuai dengan standarnya. Contohnya ketika dia sedang makan dan makanannya jatuh ke tanah. Dia akan menangis minta diulang makannya. Itu sih mudah ya, tinggal mengambil makanan baru.
Lain halnya dengan suatu kejadian yang membuat seisi rumah di kampung kelimpungan. Ceritanya Akmal ini sedang buang air kecil sambil berdiri di kamar mandi, tetapi pancuran air seninya pendek tidak mencapai titik yang dia inginkan. Dia tidak suka dan meraung seketika minta pipisnya diulang agar lebih panjang. Lho, mana bisa ya kan? Wah, waktu itu orangtuanya, tante, dan om saya bergantian menenangkan karena dia masih kekeh ingin mengulangi pipisnya saat itu juga. Sungguh hari yang mengesankan menjelang lebaran.
Alangkah mudahnya hidup ini kalau segala sesuatu yang tidak sesuai dengan ekspektasi kita dapat diulang kejadiannya. Kadang saya mendambakan tombol undo di kehidupan nyata. Banyak sekali hal-hal yang saya lalui dan sebenarnya saya tidak ingin itu terjadi. Atau setidaknya ketika saya bisa menekan tombol CRTL+Z di dunia riil, saya dapat lebih mempersiapkan dengan matang situasi yang akan terjadi tersebut.

Contohnya ketika saya yang tidak sengaja mendengar keburukan seseorang dari lisan orang lain. Ingin saya membatalkan momen tersebut agar tidak perlu mengetahui hal-hal yang tidak seharusnya saya ketahui. Dahulu, saya kira bisa akrab berbicara dengan siapa saja akan selalu menimbulkan rasa gembira, nyatanya ketika mendapati kejadian semacam itu, muncul perasaan menyesal karena telah berbincang dan justru mendapati informasi yang tidak mengenakkan hati.
Kasus ekstrem lainnya adalah pada hari ketika ayah saya menghembuskan napas terakhirnya. Jika ada tombol undo di situ, tentu saya akan menekannya dan tidak pergi kemana-mana, hanya berada di samping ayah sepanjang akhir hayatnya. Namun, kenyataannya hidup tidaklah seperti itu. Ada nilai-nilai kehidupan yang tidak akan bisa ditemukan ketika tombol undo benar-benar dapat digunakan.
Analoginya seperti dua orang seniman yang sedang menggambar dengan media berbeda. Salah satunya dibekali spidol permanen dan selembar kertas, sedangkan yang lainnya diberikan tablet beserta stylus pen. Keduanya diminta untuk menggambar hal yang sama. Seniman pertama tentu akan lebih berhati-hati dalam menggoreskan setiap tinta spidolnya, sedangkan seniman kedua tidak mempermasalahkan hal itu karena dapat dengan bebas menekan tombol undo sebanyak yang dia mau. Ketika seniman pertama melakukan goresan yang tidak sesuai, suka tidak suka ia harus memutar otak memikirkan cara bagaimana memperbaiki kesalahan yang telah ia lakukan.
Sama halnya dengan kehidupan. Tingkat kehati-hatian manusia dalam melakukan dan memutuskan sesuatu akan menurun seiring meningkatnya kesempatan untuk membatalkan kembali kejadian yang telah dilakukan. Begitu pula dengan proses memperbaiki kesalahan yang menjadi tidak berharga nilainya karena semua hal serba dapat dibatalkan. Belum lagi terkait nilai dari berbagai macam usaha keras seorang manusia yang tentu tidak mudah untuk diremehkan.
Ya sudahlah, tidak usah mengada-ada. Jalani saja kehidupan ini sesuai ketentuan-Nya. Toh, semua yang telah terjadi masih bisa diambil hikmahnya.
Terlepas dari itu semua, sebenarnya kalau tombol undo benar-benar ada ya bisa seru juga. Jika suatu saat saya menyatakan perasaan terhadap sosok yang saya suka dan ternyata ditolak olehnya, saya tinggal membatalkan pernyataan saya dan bersikap biasa saja hahaha
#MeletakAsa